
Laguboti – “Menyembah Mulajadi Nabolon dengan sesajen, bukan berarti penganut Parmalim bisa dikatakan penyembah berhala. Parmalim bukan penyembah berhala”.
Demikian ditegaskan Ihutan (pimpinan) penganut Parmalim, Raja Marnangkok Naipospos sehari setelah penutupan ritual atau acara Pameleon (ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang mereka peroleh), saat diwawancarai METRO, Minggu (17/7) di rumahnya Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Tobasa.
Naipospos mengatakan, Parmalim tidak memiliki rumah ibadah seperti 5 agama yang diakui di Indonesia, yakni Kristen Protestan, Khatolik, Islam, Hinda dan Bundha. Akan tetapi mereka memiliki ‘rumah parsaktian’. “Saat ini, penganut Parmalim sebanyak 1.700 KK, yang tersebar di Indonesia. Parmalim menyebut kuasa itu adalah Mulajadi Nabolon yakni Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bermula dan tidak berujung. Atau keberadaannya bisa dikatakan kekal untuk selama-lamanya, dan dapat dipahami melalui ayat-ayat doa,” kata Raja Marnangkok Naipospos, suami Boru Panjaitan ini.
Debata Mulajadi Nabolon, sambung Naipospos, dapat dihubungi dan dijumpai hanya dalam alam spiritual. Artinya, Dia dapat disembah dengan sesajen, dipuji dalam kehidupan yang lebih mendalam dari kehidupan manusia.
Menurut pria yang sudah 30 tahun memimpin Parmalim ini mengatakan Debata Mulajadi Nabolon adalah mutlak absolut, Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Agung dan tidak dapat dibandingkan. Dia dekat dan jauh dari alam ciptaannya. Dia adalah kuasa menghukum dan kuasa mengampuni. Kuasa kasih dan kuasa murka, Tuhan yang satu berdasarkan Parmalim.
Keberadaan kuasa Mulajadi Nabolon menurut penganut Parmalim terpencar dalam wujud Debata Natolu, adalah wujud kuasa dari tiga fungsi kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Sama halnya dengan agama lain, ajaran Parmalim juga memiliki sekte-sekte (bagian dari penganut Parmalim. Misalnya, Agama Islam ada NU dan Muhammadiyah. Kristen ada Khatolik dan Protestan, red).
Ada 3 pimpinan (rasul) Parmalim yang terkenal, yakni Raja Mulia Naipospos berkedudukan di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti. Kedua, Guru Somalaing berkedudukan di Balige, dan ketiga Guru Mangantar Manurung yang berkedudukan di Desa Sigaol Huta Gur-gur, Kecamatan Uluan. Sekte lain yang sudah pudar adalah Putih dan Teka.
Lebih jauh Naipospos mengatakan, imam-imam yang dipercayai Parmalim ada empat. Yakni, Raja Uti berkedudukan sebagai pembawa agama Parmalim, Tuan Raja Simarimbulu Bosi atau dikenal dengan Raja Lontung, Sisingamangaraja, dan Rasul Raja Nasiak Bagi (kehidupannya dalam menjalani hamalimon selalu mengalami hambatan dan tantangan) merupakan penerusnya dalam menerima wahyu dan para pemimpin agama sebagai rasul-rasul terdahulu.
Sekilas soal Parmalim, sambung Naipospos, Tuhan yang disembah adalah Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Maha Pencipta Manusia, Alam dan segala isinya). “Sedangkan tempat ibadah disebut Bale Parpitaan dan Bale Partonggoan. Kitab Suci disebut Tumbaga Holing, Pembawa Agama/Tokoh Spiritual disebut Raja Uti. Selain itu Parmalim juga tidak boleh makan darah babi, anjing dan monyet. Sedangkan hari suci adalah Sabtu,” jelas Naipospos.
Demikian ditegaskan Ihutan (pimpinan) penganut Parmalim, Raja Marnangkok Naipospos sehari setelah penutupan ritual atau acara Pameleon (ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang mereka peroleh), saat diwawancarai METRO, Minggu (17/7) di rumahnya Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Tobasa.
Naipospos mengatakan, Parmalim tidak memiliki rumah ibadah seperti 5 agama yang diakui di Indonesia, yakni Kristen Protestan, Khatolik, Islam, Hinda dan Bundha. Akan tetapi mereka memiliki ‘rumah parsaktian’. “Saat ini, penganut Parmalim sebanyak 1.700 KK, yang tersebar di Indonesia. Parmalim menyebut kuasa itu adalah Mulajadi Nabolon yakni Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bermula dan tidak berujung. Atau keberadaannya bisa dikatakan kekal untuk selama-lamanya, dan dapat dipahami melalui ayat-ayat doa,” kata Raja Marnangkok Naipospos, suami Boru Panjaitan ini.
Debata Mulajadi Nabolon, sambung Naipospos, dapat dihubungi dan dijumpai hanya dalam alam spiritual. Artinya, Dia dapat disembah dengan sesajen, dipuji dalam kehidupan yang lebih mendalam dari kehidupan manusia.
Menurut pria yang sudah 30 tahun memimpin Parmalim ini mengatakan Debata Mulajadi Nabolon adalah mutlak absolut, Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Agung dan tidak dapat dibandingkan. Dia dekat dan jauh dari alam ciptaannya. Dia adalah kuasa menghukum dan kuasa mengampuni. Kuasa kasih dan kuasa murka, Tuhan yang satu berdasarkan Parmalim.
Keberadaan kuasa Mulajadi Nabolon menurut penganut Parmalim terpencar dalam wujud Debata Natolu, adalah wujud kuasa dari tiga fungsi kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Sama halnya dengan agama lain, ajaran Parmalim juga memiliki sekte-sekte (bagian dari penganut Parmalim. Misalnya, Agama Islam ada NU dan Muhammadiyah. Kristen ada Khatolik dan Protestan, red).
Ada 3 pimpinan (rasul) Parmalim yang terkenal, yakni Raja Mulia Naipospos berkedudukan di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti. Kedua, Guru Somalaing berkedudukan di Balige, dan ketiga Guru Mangantar Manurung yang berkedudukan di Desa Sigaol Huta Gur-gur, Kecamatan Uluan. Sekte lain yang sudah pudar adalah Putih dan Teka.
Lebih jauh Naipospos mengatakan, imam-imam yang dipercayai Parmalim ada empat. Yakni, Raja Uti berkedudukan sebagai pembawa agama Parmalim, Tuan Raja Simarimbulu Bosi atau dikenal dengan Raja Lontung, Sisingamangaraja, dan Rasul Raja Nasiak Bagi (kehidupannya dalam menjalani hamalimon selalu mengalami hambatan dan tantangan) merupakan penerusnya dalam menerima wahyu dan para pemimpin agama sebagai rasul-rasul terdahulu.
Sekilas soal Parmalim, sambung Naipospos, Tuhan yang disembah adalah Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Maha Pencipta Manusia, Alam dan segala isinya). “Sedangkan tempat ibadah disebut Bale Parpitaan dan Bale Partonggoan. Kitab Suci disebut Tumbaga Holing, Pembawa Agama/Tokoh Spiritual disebut Raja Uti. Selain itu Parmalim juga tidak boleh makan darah babi, anjing dan monyet. Sedangkan hari suci adalah Sabtu,” jelas Naipospos.
Komentar
Posting Komentar
Berilah komentar yang sopan dan membangun.